Reborn
  
MENJADI RUANG PERJUMPAAN YANG REGENERATIF & ADAPTIF
Dipublikasikan pada 29 Juni 2025
3 min baca

Bacaan: 1 Raja-Raja 19:15–16, 19–21

Dapur dan meja makan sering kali menjadi ruang perjumpaan yang paling hangat dalam hidup sehari-hari. Di sanalah anggota keluarga berkumpul, bukan hanya untuk makan, tapi juga untuk berbagi cerita, meredakan ketegangan, dan menunjukkan kasih tanpa banyak kata. Dalam kehangatan sepiring makanan dan obrolan di meja makan, relasi yang renggang bisa dipulihkan, keputusan besar bisa lahir, dan kasih sayang bisa hadir secara nyata dan sederhana.

Seperti di dapur, hal-hal besar dalam kehidupan rohani juga sering dimulai dari ruang yang sederhana. Begitulah juga yang terjadi dalam kisah Elia dan Elisa dalam 1 Raja-Raja 19 yang memperlihatkan bahwa banyak hal penting dalam hidup dan pelayanan justru dimulai dari tempat yang sederhana, yaitu dari rasa lelah, perjumpaan pribadi, dan proses yang dijalani bersama.

Elia, pernah berada di titik paling lelah, takut, putus asa, dan merasa ingin berhenti. Tapi Tuhan tidak membiarkannya larut dalam keputusasaan. Tuhan justru menolongnya bangkit dengan cara yang lembut dan bijak. Bukan menuntut lebih, melainkan memberinya arah baru yaitu mengurapi Elisa sebagai penerus. Di situ, pemulihan dan regenerasi berjalan beriringan. Elia tidak harus menyelesaikan semuanya sendiri, tetapi ia diundang untuk mempercayakan kelanjutan panggilan itu kepada generasi berikutnya. Ini cara Tuhan menegaskan bahwa karya-Nya tidak bergantung pada satu orang. Tuhan terus bekerja bahkan di tengah krisis, bahkan melalui generasi berikutnya.

Ketika Elia melempar jubahnya kepada Elisa, ia bukan sedang menyerah, tetapi sedang mempercayakan. Dan Elisa pun tidak langsung melangkah gegabah. Ia justru mengambil waktu untuk mempersiapkan diri supaya bisa memutuskan dengan sadar, dengan cara menyembelih lembu, membakar bajak, dan makan bersama orang-orang rumahnya. Itu tandanya ia siap melangkah tanpa rencana mundur.

Ini menjadi gambaran regenerasi yang utuh. Regenerasi itu terjadi ketika ada dua hati yang sama-sama siap: yang lama rela melepas, yang baru bersedia dibentuk.

Hari ini, gereja juga sedang menghadapi tantangan serupa. Dunia berubah cepat. Hidup jemaat makin kompleks. Maka gereja tidak bisa lagi berjalan kaku dan tertutup. Gereja dipanggil untuk menjadi tubuh Kristus yang hidup dan terbuka pada pembaruan dari Roh Kudus, bukan supaya ikut tren, tetapi agar tetap setia pada misi Allah di tengah dunia yang berubah. Dengan begitu, gereja akan menjadi seperti ruang perjumpaan yang hangat, tempat kasih dibagikan, relasi dikuatkan, dan panggilan Allah dijalani bersama.

Bagikan
Artikel Lainnya
Lihat Artikel Lainnya
Bagikan Artikel Ini